Pandemi Covid-19 sudah hampir dua tahun berjalan, tetapi dampaknya masih terasa di berbagai daerah, termasuk di Sumatera Selatan. Pemerintah pusat dan pemerintah daerah terus meluncurkan berbagai program untuk mengatasi dampak pandemi tersebut. Program perlindungan sosial menjadi salah satu konsentrasi alokasi dana Pemulihan Ekonomi Nasional (PEN), antara lain melalui penyaluran BLT (Bantuan Langsung Tunai) dari Dana Desa. BLT sebagai bagian dari program perlindungan sosial diharapkan mampu mengurangi dampak pandemi yang dirasakan masyarakat. Agar termanfaatkan dengan baik, terus-menerus dilakukan langkah-langkah optimalisasi penyaluran Dana Desa dan BLT Desa dengan akuntabilitas yang tinggi.
Masih rendahnya pemahaman terhadap pengelolaan Dana Desa memunculkan kerentanan dalam pengelolaan APBDes, khususnya anggaran yang bersumber dari Dana Desa. Potensi penyimpangan yang terjadi masih relatif tinggi. Bahkan stigma bahwa Dana Desa ialah Dana Kepala Desa pun masih terjadi, sehingga berdampak pada kurangnya akuntabilitas dalam pengelolaan Dana Desa. Muncul berbagai kasus hukum yang berkaitan dengan pengelolaan Dana Desa yang telah diungkap oleh penegak hukum maupun dilaporkan oleh masyarakat.
Terdapat beberapa kondisi yang diindikasi ketidakpatuhan, seperti dana desa yang telah salur tetapi tidak terdapat pembangunan fisik atau adanya kondisi masyarakat belum menerima/baru menerima sebagian BLT Desa. Selain adanya potensi korupsi anggaran penanganan bencana, masalah umum yang sering dihadapi adalah katalisasi informasi publik yang kurang memadai sehingga dalam situasi darurat kebencanaan, kebijakan pemerintah justru menghadapi tantangan serius.
Beberapa fakta pun ditemui terkait permasalahan yang dialami masyarakat di desa pelosok seperti buruknya kualitas infrastruktur utamanya jalan desa, minimnya kuantitas dan kualitas sarana pendidikan dan kesehatan, tingkat pengangguran dan kemiskinan desa yang tinggi, kualitas air bersih dan sanitasi yang belum memadai, serta masih terbatasnya akses masyarakat desa dan pelaku usaha mikro di desa terhadap bantuan permodalan usaha. Hal ini menjadi ironi karena penyaluran Dana Desa telah berlangsung sejak tahun 2016.
Identifikasi penyebab permasalahan di atas antara lain adalah minimnya literasi terkait pengelolaan keuangan desa yang baik dan akuntabel yang dimiliki oleh aparatur desa, termasuk di dalamnya adalah persepsi yang keliru tentang peruntukan Dana Desa. Tujuan utama Dana Desa adalah untuk kepentingan Desa, bukan untuk kepentingan perangkat desa. Hal tersebut memberikan kontribusi pada rendahnya komitmen dari perangkat desa. Lemahnya tata kelola Dana Desa dapat dilihat dari belum optimalnya perencanaan dan belum dipahaminya proses pelaksanaan pekerjaan yang didanai dari Dana Desa, sehingga berdampak pada perangkat desa yang tidak bisa mempertanggungjawabkan penggunaan Dana Desa. Hal lain yang juga tak kalah penting adalah minimnya pengetahuan perangkat desa dalam penggunaan Aplikasi Sistem Keuangan Desa (Siskeudes).
Pagu Dana Desa di Sumatera Selatan meningkat setiap tahunnya. Dimulai tahun 2016 jumlah pagu Dana Desa yang diterima sebesar Rp1,78 triliun menjadi Rp2,69 triliun, atau meningkat Rp911 miliar sejak 2016. Dari jumlah nominal dana desa yang besar tersebut rupanya belum dapat memberikan dampak yang nyata pada kesejahteraan masyarakat Sumatera Selatan yang ditandai dengan masuknya dalam 10 provinsi dengan penduduk miskin tertinggi tahun 2020 menurut BPS.
Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Selatan, dalam menjalankan peran selaku Regional Chief Economist perlu didukung dengan berbagai upaya terobosan baru. Oleh karena itu, pada tahun 2021 Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Selatan melakukan pola edukasi dengan knowledge sharing pengelolaan keuangan desa dan survei rating desa untuk para camat di setiap kabupaten serta Open Class bertema "Mengawal Akuntabilitas Dana Desa di Masa Pandemi Covid-19" untuk para aparatur desa. Goals yang diharapkan dari aktivitas ini adalah meningkatnya pemahaman pengelolaan keuangan desa, mendukung terwujudnya good governance dalam pengelolaan keuangan desa, mempercepat penyaluran Dana Desa, dan meningkatkan pemahaman Akuntabilitas Dana Desa di Masa Pandemi Covid-19. Penguatan literasi ini tentu akan mendorong percepatan pembangunan di desa sekaligus membangun perspektif positif publik atau edukasi tentang pentingnya menjaga transparansi dan akuntabilitas agar APBN dimanfaatkan dengan optimal.
Knowledge sharing diperuntukkan bagi para camat, karena camat inilah yang akan melakukan pembinaan pemerintahan dan keuangan untuk setiap desa di lingkup wilayahnya. Camat adalah pejabat yang tentu paling paham karakteristik desa di lingkupnya dan harus pula paling paham tentang tata kelola keuangan desa agar mampu mendorong desa dalam wilayah binaannya menjadi desa yang memenuhi karakteristik tata kelola baik.
Tahun 2021, dilakukan knowledge sharing keuangan desa dan survei rating desa pada dua kabupaten di Sumatera Selatan, yakni Kabupaten Musi Banyuasin (15 kecamatan dengan 227 desa) dan Kabupaten Banyuasin (21 kecamatan dengan 288 desa). Sedangkan Open Class tentang Akuntabilitas Dana Desa masa Pandemi dilakukan dalam 2 batch untuk 4 Kabupaten prioritas, yakni Kabupaten Lahat, Kabupaten Muara Enim, Kabupaten Musi Rawas, dan Kabupaten Musi Rawas Utara dengan total desa sebanyak 873 desa. Tercapai 6 Kabupaten yang tersentuh dari 14 kabupaten penerima alokasi Dana Desa dan 1.388 desa dari 2.853 desa di Sumatera Selatan.
Knowledge sharing pengelolaan keuangan desa dan Open Class Akuntabilitas Dana Desa ini menjadi penting. Tata kelola keuangan desa memiliki cakupan yang luas. Prosesnya diawali dengan penuangan dalam APBDes setiap desa. Dalam rancangan APBDesa dituangkan pendapatan yang berasal dari Dana Desa. Ke depan sangat diharapkan peningkatan pada pendapatan asli desa sehingga desa tidak sepenuhnya bergantung pada dana transfer dari pemerintah pusat melalui Dana Desa. Selain pendapatan, penuangan belanja pada APBDes harus direncanakan secara baik dan tidak hanya berfokus pada pembangunan fisik, tetapi juga memperhatikan pembangunan manusia di desa. Untuk membangun paradigma yang benar tentang bagaimana menyusun APBDes diperlukan kesamaan paham dan pengetahuan dari pengelola keuangan desa.
Terobosan cara-cara edukasi untuk menguatkan literasi pengelolaan keuangan desa menjadi hal utama. Knowledge sharing pengelolaan keuangan desa dan Open Class Akuntabilitas Dana Desa hanya salah satu cara menyadarkan aparatur desa, camat, kepala desa, sekretaris desa, bendahara desa, operator desa, Badan Pengawas Desa, serta seluruh masyarakat desa pentingnya potensi pendapatan desa selain transfer dana desa demi kemajuan desa mereka. Dalam merencanakan secara baik, mengalokasikan secara prioritas kepentingan desa untuk membangun infrastruktur, memberikan perhatian pada pemberdayaan masyarakat, dan menetapkan dengan baik BLT Desa demi kepentingan perlindungan sosial diperlukan kesadaran dan kontribusi semua masyarakat desa baik aparat maupun non-aparat. Tujuan akhir semuanya tentulah berkembangnya ekonomi desa dan terbangunnya kualitas manusia di desa yang yakin akan menciptakan kesejahteraan masyarakat desa. Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Selatan siap menguatkan literasi pengelolaan keuangan desa tersebut.
Walau baru dirintis pada 6 kabupaten dari 14 kabupaten/kota penerima alokasi Dana Desa di Sumatera Selatan tetapi hasilnya terlihat signifikan. Realisasi penyaluran Dana Desa tahun 2021 mencapai 99,86% di atas rata-rata nasional yang mencapai 99.81%. Penyaluran BLT Desa berhasil menyasar 225.020 Keluarga Penerima Manfaat dengan realisasi penyaluran Rp810 miliar. BLT ini sangat diharapkan oleh masyarakat terdampak Covid-19 di desa. Dari sisi perubahan status desa, terdapat tambahan 2 desa baru yang menjadi desa mandiri sehingga total desa mandiri di Sumatera Selatan menjadi 9 desa pada tahun 2022. Jumlah desa maju bertambah 64 desa, sehingga total desa maju di Sumatera Selatan menjadi 328 desa pada tahun 2022. Selanjutnya, desa sangat tertinggal berkurang 7 desa, dari total tahun sebelumnya sebanyak 14 desa.
Optimisme untuk bergerak maju makin kuat didukung kolaborasi dari seluruh stakeholders desa dan para camat yang bertekad membangun ekonomi desa di masa pandemi Covid-19. Nawacita Presiden Joko Widodo yang ketiga yakni membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan desa dalam rangka negara kesatuan bukanlah suatu kemustahilan jika setiap insan tahu perannya dan mengimplementasikan pengetahuannya. Ke depan, peran sebagai Regional Chief Economist di daerah pasti menjadi lentera dalam membangun desa yang lebih baik melalui penguatan literasi pengelolaan keuangan desa.
Sumber: https://djpb.kemenkeu.go.id/, 25 April 2022 "Literasi Pengelolaan Keuangan Desa sebagai Lentera Pembangunan Desa" Oleh: Gema Otheliansyah (Kanwil DJPb Provinsi Sumatera Selatan).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar